Perubahan yang bermakna tidak hanya ditentukan oleh seberapa cepat seseorang mempelajari hal baru. Dalam banyak kasus, perubahan justru ditentukan oleh kemampuan untuk melepaskan cara lama yang sudah terbiasa digunakan. Bagian ini sering terasa paling sulit—bukan karena kurang pengetahuan, tetapi karena cara berpikir lama sudah terasa aman dan berjalan otomatis.

Dalam keseharian, kita sering mengandalkan kebiasaan berpikir yang sudah lama terbentuk. Cara melihat masalah, cara mengambil keputusan, dan cara merespons situasi tertentu terasa “sudah benar” karena selama ini berhasil. Namun ketika konteks berubah, kebiasaan yang sama tidak selalu sesuai lagi. Meski begitu, otak cenderung kembali ke pola lama, terutama saat situasi terasa tidak nyaman.

Kerangka ini dikenal sebagai cognitive unlearning. Para pemikir pembelajaran dan organisasi seperti Bo Hedberg, Paul Nystrom, dan William Starbuck menjelaskan bahwa perubahan sering terhambat bukan karena kurangnya informasi baru, tetapi karena pola lama masih terlalu kuat memengaruhi cara berpikir dan bertindak.

Dalam cognitive unlearning, perhatian diarahkan pada mental models—cara memahami dunia yang terbentuk dari pengalaman berulang. Model ini membantu seseorang bertindak cepat dan efisien. Namun ketika situasi berubah, model yang sama bisa membatasi sudut pandang. Bukan karena salah, tetapi karena sudah tidak sepenuhnya sesuai.

Unlearning tidak berarti menolak pengalaman masa lalu. Ia tidak meminta kita untuk “melupakan” apa yang pernah berhasil. Unlearning berarti menahan respons otomatis, memberi jeda sebelum bertindak, dan membuka ruang untuk membaca situasi dengan lebih jernih. Di ruang inilah kesadaran bekerja. Kita mulai bertanya: apakah cara lama ini masih relevan dengan kondisi yang sedang dihadapi?

Pendekatan ini selaras dengan cara otak menyesuaikan diri. Ketika realitas tidak lagi sejalan dengan harapan, otak membutuhkan waktu untuk memperbarui pemahamannya. Cognitive unlearning memberi ruang bagi proses ini agar penyesuaian tidak terjadi secara tergesa-gesa atau defensif, tetapi secara reflektif dan sadar.

Dari sudut pandang ini, rasa sulit dan resistensi dalam unlearning menjadi wajar. Resistensi bukan tanda menolak perubahan, melainkan tanda bahwa pola lama pernah sangat berguna. Dengan kesadaran ini, unlearning dapat dijalani dengan lebih tenang—sebagai proses profesional, bukan sebagai tuntutan untuk berubah secara drastis.

Seiring waktu, kemampuan menahan refleks lama mulai terbentuk. Keputusan tidak lagi diambil semata-mata karena kebiasaan atau tekanan situasi, tetapi melalui pertimbangan yang lebih luas. Pilihan menjadi lebih kontekstual, lebih relevan, dan lebih selaras dengan kebutuhan saat ini.

Sebagai kerangka berpikir, cognitive unlearning membantu kita memahami bahwa melepas pola lama adalah proses kognitif yang nyata dan bisa dipelajari. Perubahan tidak lagi dipandang sebagai kegagalan meninggalkan masa lalu, tetapi sebagai kemampuan untuk terus menata ulang cara berpikir seiring dunia yang bergerak. Dengan cara ini, unlearning menjadi bagian alami dari pembelajaran berkelanjutan yang sadar dan manusiawi. #RW

Leave a comment

Trending