Dalam pembahasan sebelumnya, kita melihat bagaimana otak manusia belajar melalui error dan feedback, serta mengapa kesiapan berbeda dari rasa aman. Dari pemahaman itu, muncul satu pertanyaan penting dalam praktik mengajar sehari-hari: apa yang terjadi ketika respons kita justru menjadi terlalu cepat dan terlalu otomatis?

Banyak praktik dalam mengajar berjalan dengan lancar. Terlalu lancar, bahkan. Tanpa disadari, banyak keputusan diambil dengan cepat, hampir tanpa jeda. Apa yang harus dilakukan terasa sudah jelas. Respons muncul seolah-olah otomatis.

Pada titik tertentu, kelancaran ini dianggap sebagai tanda kompetensi. Semakin cepat merespons, semakin terlihat berpengalaman. Semakin sedikit ragu, semakin dianggap tahu apa yang sedang dilakukan. Dalam banyak situasi, anggapan ini memang tidak sepenuhnya keliru. Masalah mulai muncul ketika kelancaran berubah menjadi kebiasaan yang tidak lagi disadari.

Ketika praktik mengajar menjadi otomatis, keputusan sering diambil bukan berdasarkan situasi yang sedang terjadi, melainkan berdasarkan pola lama yang telah berulang kali berhasil di masa lalu. Apa yang dulu efektif terus digunakan, bahkan ketika konteks perlahan berubah.

Dalam kondisi seperti ini, refleksi tidak benar-benar hilang, tetapi posisinya bergeser ke belakang. Bertindak lebih dulu, berpikir belakangan. Bukan karena enggan berpikir, melainkan karena respons terasa sudah “pasti benar”. Di sinilah unlearning teaching mulai relevan.

Unlearning teaching tidak dimulai karena praktik yang dilakukan keliru. Ia dimulai ketika praktik yang terasa benar dijalankan tanpa lagi dipertanyakan. Ketika kebiasaan mengambil alih perhatian, dan situasi nyata tidak lagi dilihat dengan segar.

Otomatisasi ini sering kali tidak disadari karena dibungkus oleh niat baik. Keinginan membantu. Keinginan menjaga keteraturan. Keinginan memastikan pembelajaran berjalan sesuai rencana. Semua ini sah dan penting. Namun ketika niat baik selalu diterjemahkan melalui respons yang sama, ruang untuk membaca situasi menjadi semakin sempit.

Akibatnya, variasi murid, perubahan konteks, dan sinyal-sinyal kecil dari proses belajar kerap terlewat. Bukan karena diabaikan, tetapi karena tidak lagi terlihat. Otomatisasi membuat perhatian menjadi selektif tanpa disadari.

Unlearning teaching mengajak kita kembali ke satu titik sederhana: menyadari kapan praktik mengajar mulai berjalan otomatis. Bukan untuk menyalahkan diri sendiri, melainkan untuk membuka kembali ruang berpikir yang sempat tertutup oleh kebiasaan.

Proses ini tidak dimulai dengan mengganti metode atau mencari pendekatan baru. Ia dimulai dengan jeda. Dengan keberanian untuk bertanya: apakah respons yang muncul benar-benar lahir dari situasi yang sedang dihadapi, atau sekadar pengulangan dari apa yang sudah lama dilakukan.

Menahan jeda ini sering terasa tidak nyaman. Otomatisasi memberi rasa aman karena ia cepat dan terasa pasti. Ketika jeda dihadirkan, ketidakpastian muncul kembali. Namun justru di ruang inilah pembacaan situasi bisa terjadi dengan lebih jujur.

Unlearning teaching bukan tentang memperlambat pembelajaran, melainkan tentang memperlambat respons agar keputusan yang diambil menjadi lebih sadar. Dari kesadaran inilah kemungkinan-kemungkinan baru mulai terbuka. Di titik inilah perjalanan unlearning teaching benar-benar dimulai. #RW

Leave a comment

Trending