Serial Realistic Mathematics Education (RME)

Bagi anak, bermain bukan sekadar hiburan. Bermain adalah cara mereka memahami dunia. Saat mereka bermain, mereka bereksperimen, menebak, membandingkan, menunggu giliran, dan membuat keputusan. Semua itu adalah dasar dari berpikir matematis.

Dalam Realistic Mathematics Education (RME), bermain dipandang sebagai ruang alami untuk menumbuhkan logika dan penalaran. Guru tidak perlu menciptakan suasana belajar yang kaku. Cukup dengan memperhatikan bagaimana anak bermain, guru sudah bisa melihat bagaimana proses berpikir mereka tumbuh. Permainan menjadi jembatan antara rasa ingin tahu dan pemahaman konsep.

Misalnya, anak Toddler yang sedang menyusun balok tidak sekadar bermain tumpuk-menumpuk. Ia sedang belajar tentang tinggi, keseimbangan, dan perbandingan ukuran. Anak EYP yang bermain melempar bola ke keranjang sedang mempelajari jarak, arah, dan perkiraan. Semua itu adalah pengalaman awal untuk berpikir kuantitatif — tanpa satu pun angka tertulis di papan.

Di kelas Primary, permainan bisa menjadi wadah untuk membangun strategi berpikir. Ketika anak bermain ular tangga dan menghitung langkah, mereka sedang berlatih penjumlahan, urutan, dan peluang. Saat mereka membuat permainan tebak angka sendiri, mereka belajar menyusun aturan dan berpikir logis. Dari sini, konsep matematika tumbuh bukan karena dihafal, tapi karena dirasakan dalam pengalaman nyata.

Di Secondary, bermain tetap relevan, hanya bentuknya lebih kompleks. Siswa bisa merancang permainan simulasi ekonomi sederhana untuk memahami konsep proporsi, rasio, dan keuntungan. Atau menggunakan permainan strategi untuk menganalisis pola dan probabilitas. Melalui permainan, mereka belajar bahwa berpikir sistematis dan kreatif bisa berjalan beriringan — seperti dalam kehidupan nyata.

Dalam RME, bermain tidak dipisahkan dari belajar, karena keduanya saling memperkuat. Saat anak bermain, mereka terlibat penuh secara emosional. Mereka senang, penasaran, bahkan tertantang. Kondisi inilah yang membuat otak mereka terbuka terhadap pembelajaran baru. Guru yang memahami ini tidak hanya mengamati hasil permainan, tetapi juga menafsirkan proses berpikir yang terjadi di dalamnya.

Melalui bermain, anak belajar membuat dugaan, menguji, dan memperbaiki. Mereka belajar tentang sebab-akibat, urutan, dan konsekuensi. Dari sinilah lahir kemampuan berpikir kritis dan reflektif. Guru tidak perlu memisahkan antara kegiatan “main” dan “belajar.” Justru dalam bermain yang terencana dengan kesadaran, anak menemukan makna belajar yang sesungguhnya.

Matematika yang berangkat dari permainan akan terasa alami, menyenangkan, dan bermakna. Anak tidak merasa dipaksa untuk berpikir, tetapi menemukan bahwa berpikir itu menyenangkan. Di situlah RME menunjukkan kekuatannya — mengubah bermain menjadi proses menemukan ide, dan mengubah ide menjadi pemahaman yang tumbuh dari dalam diri anak. #RW

Leave a comment

Trending