Cold calling adalah strategi yang digunakan oleh guru dengan cara menciptakan suasana pembelajaran di mana siswa diminta untuk terlibat aktif. Strategi cold calling memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memikirikan jawaban yang diajukan oleh guru. Setelah siswa memberikan jawaban, guru bertanya kepada siswa bagaimana ia mendapatkan jawaban tersebut. Dengan penggunaan strategi cold calling, guru dapat mengetahui apakah siswa sudah memiliki pemahaman yang tepat terhadap sebuah materi. Apabila siswa belum memiliki pemahaman yang tepat, guru akan membantu mereka sehingga semua siswa dipastikan paham terhadap sebuah materi.
Esensi dari cold calling itu sendiri adalah bahwa siswa tidak merasa tertekan karena diberi pertanyaan – tapi lebih kepada ajakan guru kepada siswa agar mereka semua terlibat dalam diskusi, sehingga tujuan akhirnya jelas: semua siswa berarti tak terkecuali di mata guru, dan bahwa tiap siswa berhak untuk mendapatkan bantuan apabila mereka memerlukannya. Selain itu, cold calling juga mendorong siswa untuk berpikir. Mereka tidak akan belajar apabila tidak berpikir.
Ada berbagai macam strategi yang dapat digunakan dalam cold calling. Yang pertama disebut pre-call. Caranya adalah dengan menyebutkan nama beberapa siswa bahwa mereka akan diberi pertanyaan setelah guru menjelaskan. Strategi yang kedua disebut batched cold-call. Dalam hal ini, guru menyebutkan beberapa nama siswa untuk menjawab setelah guru memberikan penjelasan. Yang ketiga adalah rehearse and affirm. Teknik ini membantu siswa yang kurang percaya diri untuk menyampaikan pendapat mereka terlebih dahulu sebelum menyampaikan pendapatnya di depan teman-temannya. Strategi ini dapat dilakukan melalui media seperti papan kecil, buku, ataupun private chat dalam aplikasi pembelajaran online.
Dengan metode cold calling kita bisa mengetahui sejauh mana proses berpikir siswa dalam memahami materi yang diberikan. Hal ini dapat diketahui oleh guru dengan jawaban yang diberikan siswa. Guru pun kemudian menganalisa jawaban siswa. Ketika jawaban belum tepat, guru membantu siswa tersebut dengan mengarahkan jawaban yang tepat.
Dengan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menjawab, maka setiap siswa akan belajar untuk mendengar, sehingga perhatian mereka terpusat kepada pertanyaan guru. Selain itu, siswa yang kurang percaya diri tidak menggantungkan jawaban kepada siswa yang aktif saja, akan tetapi mereka selalu siap dengan jawaban ketika guru menunjuk mereka secara acak. Oleh karena itu, guru harus mengatur strategi untuk mengacak setiap siswa agar pertanyaan yang diberikan bisa acak secara merata di seluruh kelas.
Dalam melaksanakan cold calling, guru memegang peranan aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan pertanyaan dan siswa melaksanakan pembelajaran dengan memberikan respon pertanyaaan yang diberikan guru. Guru dan siswa memiliki peranan masing-masing dalam proses pembelajaran. Guru mengolah pertanyaan dengan baik dan sederhana untuk didiskusikan oleh siswa. Di sisi lain, siswa memberikan kontribusinya untuk memberikan jawaban yang diajukan oleh guru. Oleh sebab itu, baik guru dan murid memiliki peran untuk terlibat dalam pelaksanaan cold calling.
Ada beberapa hal mendasar yang menjadi patokan guru dalam melaksanakan kegiatan cold calling. Guru harus memegang tujuannya ataupun alasan mengapa ia mengimplenetasikan cold calling dalam kegiatan pembelajarannya:
1. Membantu siswa fokus. Ketika guru mengajukan pertanyaan, tiap siswa diminta untuk memusatkan perhatiannya terhadap pertanyaan guru. Ketika siswa memusatkan perhatian, maka mereka menjadi lebih aware dan siap menjawab pertanyaan yang diberikan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mempertimbangkan suasana pembelajaran agar informasi dapat masuk ke dalam Long Term Memory.
2. Menjadi sarana bagi siswa untuk mengasah thinking skills. Bagaimana mungkin mereka belajar apabila tidak berpikir? Dalam pelaksanaannya, cold calling membutuhkan keterlibatan siswa dalam memberikan jawaban atau alasan terhadap jawaban mereka.
3. Dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa yang pemalu. Ada beberapa skenario dalam mengimplementasikan cold calling. Salah satunya dapat dilakukan dengan cara pair discussion Guru menciptakan kegiatan cold calling dengan meminta siswa untuk bekerja secara berpasangan dengan harapan tiap pasangan dapat saling share jawaban mereka sebelum mengungkapkan jawaban tersebut di depan kelas. Dengan begitu, semua keraguan siswa atas jawaban mereka akan terhapuskan.
4. Menjadi sarana bagi siswa untuk menggali kemampuan siswanya dalam memahami materi pembelajaran. Dengan memahami kemampuan tiap siswanya, maka guru dapat mengambil langkah yang tepat untuk membantu mereka.
5. Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, di mana kegiatan diskusi tidak didominasi oleh siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi saja, namun semua siswa aktif terlibat.
Dalam melaksanakan cold calling, guru memfasilitasi siswa untuk terbiasa berpikir dan memberi alasan. Namun perlu diingat juga bahwa dalam penyampaiannya, guru harus ingat akan prinsip masuknya informasi ke dalam otak. Informasi akan masuk secara efisien ke dalam Long Term Memory apabila siswa memiliki prior knowledge yang memadai dengan materi baru yang diterima oleh mereka. Di sisi lain, prior knowledge akan bersinergi dengan informasi baru apabila lingkungan belajar bersifat brain-friendly, sehingga informasi akan lebih cepat masuk ke dalam Long Term Memory.
Peran cold calling dalam menstimulasi thinking skills siswa juga terlihat nyata. Ketika siswa dengan gamblang mampu menyatakan jawaban dan alasan akan jawabannya, maka secara otomatis ia akan terstimulasi untuk menjawab secara runtut seperti yang dipaparkan dalam Bloom Taxonomy. Untuk memampukan siswa menjawab secara aktif dalam cold calling, guru juga harus memahami tujuan dari cold calling itu sendiri. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dapat membantu guru untuk mengarahkan ke mana ia harus melangkah dalam menetapkan strategi pembelajaran yang pas, yakni cold calling. Oleh karena itu, penting bahwa guru harus benar-benar paham akan teori dan langkah dalam cold calling. Ada beberapa langkah yang dapat
dijadikan patokan ketika melaksanakan cold calling, baik dilakukan secara batched cold- call, pre cold-call, atau rehearse and affirm
1. Mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas
2. Memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban
3. Menunjuk seseorang untuk menjawab pertanyaan
4. Memberikan respon terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa
5. Menunjuk siswa lain untuk menjawab pertanyaan dan kembali memberikan respon
Dengan memahami Langkah dan prosedur cold calling yang diselaraskan dengan konsep data to value chain, maka cold calling pasti akan berjalan sesuai yang diharapkan, dan nantinya baik guru maupun siswa dapat memetik manfaat dari eksekusi cold calling. Berikut adalah manfaat yang didapat dari pelaksanaan cold calling:
1. Cold calling membantu siswa fokus.
Dalam rangkaian cold calling, siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Saat guru menjelaskan, siswa harus mendengarkan penjelasan guru secara seksama. Tanpa mendengarkan penjelasan guru, maka siswa tidak akan dapat menjawab. Pun juga ketika guru memberikan pertanyaan. Dengan mendengarkan, selain memusatkan fokus, siswa juga belajar untuk menghargai orang lain. Agar siswa dapat memusatkan fokusnya, penting bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Dengan hook yang sesuai dengan teori masuknya informasi ke dalam otak, maka akan mudah bagi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2. Cold calling melatih kemampuan berpikir siswa.
Setelah siswa memberikan jawaban, guru kemudian kembali memberikan pertanyaan, atas dasar apa siswa tersebut memiliki jawaban tersebut, lalu siswa memberikan alasan yang sesuai mengenai jawaban yang ia berikan. Dengan aktif menjawab secara kontinyu, siswa terlatih untuk berpikir secara kritis. Dengan berlatih menjawab pertanyaan sederhana yang dilempar guru di dalam kelas, kemampuan berpikir siswa akan semakin terasah. Oleh karena itu, secara otomatis siswa juga pasti mengaplikasikan tahap remembering dan understanding.
3. Cold calling melatih kemampuan berbicara siswa yang kurang percaya diri.
Dengan konsisten menerapkan cold calling, guru juga dapat membantu siswa yang kurang percaya diri menjadi lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya. Kegiatan ini dapat dimulai dengan cold calling secara berpasangan. Siswa dapat berlatih dengan pasangannya terlebih dahulu dalam menyampaikan pendapatnya sebelum mengemukakan pendapat di depan teman-temannya. Selain itu, rehearse and affirm juga dapat menjadi sarana bagi siswa yang kurang percaya diri untuk menuliskan pendapatnya di sebuah media. Guru harus memberikan umpan balik yang positif dan membangun bagi tiap siswa agar mereka termotivasi untuk menjawab pertanyaan. Guru pun juga harus menekankan bahwa semua jawaban diterima, tidak akan ada ‘penghakiman’ atas jawaban siswa. Dengan mengaplikasikan beberapa cara tersebut, maka kepercayaan siswa akan terbangun, dan kepercayaan diri akan tumbuh sebagai timbal balik dari rasa kepercayaan siswa terhadap guru.
4. Cold calling membantu guru untuk mendapatkan data.
Dengan melakukan cold calling, guru mendapatkan data mengenai kelebihan dan kekurangan dari tiap siswa hingga tingkat pemahaman siswa terhadap sebuah materi. Dengan memiliki data-data tersebut, maka guru akan lebih mudah mengevaluasi apa yang berjalan dengan baik ataupun tidak dalam kegiatan pembelajaran yang ia rancang. Dengan mengetahui data tersebut, guru dapat mengambil langkah yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswanya.
Meskipun begitu, di balik dampak positif cold calling, ada hal yang harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, guru juga harus memperhatikan kekurangan cold calling sehingga semua hal yang tidak diinginkan dapat segera diantisipasi. Berikut adalah kelemahan dari cold calling :
1. Tiap siswa memiliki sifat dan karakteristik yang beragam. Siswa yang percaya diri tidak memiliki kesulitan untuk terlibat dalam kegiatan cold calling. Namun, beda halnya dengan siswa yang kurang percaya diri. Siswa yang kurang percaya diri akan sulit terlibat sekalipun ia dipaksa untuk menjawab. Untuk mengantisipasi hal tersebut, guru dapat memberi variasi terhadap kegiatan cold calling, misal bekerja secara berpasangan. Selain itu, feedback yang diberikan guru juga menimbulkan rasa percaya diri bagi siswa yang membutuhkan motivasi lebih.
2. Jika guru tidak memiliki perencanaan yang baik terhadap kegiatan pembelajaran, maka cold calling tidak dapat terlaksana dengan baik. Apabila hal itu terjadi, maka baik guru maupun siswa tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Guru tidak dapat mengempathise kebutuhan siswa, sebaliknya siswa juga tidak mendapatkan pembelajaran yang meaningful. Oleh karena itu, sebelum memulai cold calling, guru harus menerapkan tujuan dan mengempathise keadaan siswanya.
3. Dengan jumlah siswa yang banyak, cold calling tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal tersebut tentu menjadi tantangan bagi guru untuk mengatur time management. Terlebih dengan PTMT saat ini, waktu yang disediakan dalam satu jam mata pelajaran lebih terbatas dibandingkan pra-pandemi. Dengan memahami tujuan pembelajaran, empathise terhadap kebutuhan siswa dan materi itu sendiri, guru dapat mengantisipasi limited time. Selain itu, bekerja secara berpasangan dapat meminimalisir exceeding time saat cold calling.
Agar cold calling dapat berjalan dengan lancar, guru harus memahami serangkaian prosedur dalam pelakasanannya. Dengan knowledge terhadap cold calling yang dipadukan dengan konsep data to value chain, cold calling dapat mendatangkan eksekusi yang tepat sasaran, dan pada akhirnya baik guru maupun siswa mendapatkan manfaat dari cold calling. Data to value chain harus dipegang karena membantu guru untuk meraih value dari tujuan yang ia tetapkan di awal perencanaan. Berikut adalah 10 langkah cold calling menurut saya:
1. Menentukan tujuan pelaksanaan cold calling
Sesuai konsep data to value chain, bahwa langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan. Guru harus menggenggam tujuan bahwa cold calling mampu memberikan value bagi siswa maupun guru itu sendiri. Value tersebut adalah bahwa dengan dilaksanakannya cold calling, baik communicating/thinking skills siswa semakin terasah. Selain itu, guru memiliki data terhadap kebutuhan siswa sehingga mampu memberikan treatment yang pas sesuai kebutuhan siswanya.
2. Mengumpulkan data relevan mengenai siswa dan pelajaran yang diampu
Setelah mengeset tujuan pelaksanaan cold calling, guru dapat mengumpulkan data yang relevan mengenai siswanya seperti kemampuan masing-masing siswa terhadap pelajaran tertentu. Data yang didapat seperti contoh: jumlah siswa, tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran yang akan diajarkan, hingga sampai cara belajar tiap siswa. Di samping itu, guru juga harus memahami secara utuh seluk-beluk pelajaran yang diampunya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi siswanya as a whole.
3. Memetakan kemampuan siswa
Dengan mengumpulkan data kemampuan tiap siswa terhadap pelajaran yang diampu maupun cara belajar masing-masing siswa, guru kemudian mengolah data menjadi sebuah informasi, yaitu memetakan siswa menjadi 3 bagian: low – medium – high. Dengan mengantongi informasi tersebut, guru akan lebih mudah untuk melaksanakan cold calling. Guru tidak mungkin memberikan pertanyaan yang sulit bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik low, begitu pula guru juga tidak mungkin memberikan pertanyaan yang mudah bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik high.
4. Menentukan alokasi waktu yang digunakan
Menentukan alokasi waktu yang digunakan dari awal hingga akhir kegiatan dapat membantu guru untuk mengukur strategi yang digunakan. Penentuan alokasi waktu yang tepat juga dapat mengatisipasi segala macam kendala yang mungkin hendak dihadapi ketika kegiatan dijalankan, sehingga pelaksanaan tidak molor ataupun kurang, sehingga dapat merugikan pihak lain.
5. Menentukan strategi
Setelah menentukan alokasi waktu yang digunakan, guru dengan mudah dapat mengatur strategi yang digunakan ketika menjalankan proses cold calling. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang hal strategis seperti bentuk cold calling yang kelak dilaksanakan: apakah akan menggunakan model batched cold-call, pre cold- call, atau rehearse and affirm dengan mempertimbangkan informasi mengenai kebutuhan dan pemetaan siswa dari low – medium – high serta alokasi waktu yang telah ditentukan.
6. Merancang materi dan pertanyaan
Guru harus menentukan materi serta pertanyaan yang nantinya digunakan saat pelaksanaan cold calling. Hal ini ada tentu ada tujuannya: menyesuaikan dengan alokasi waktu yang telah diset sebelumnya, serta menyesuaikan kemampuan siswa sesuai dengan pemetaan yang telah dibuat di langkah ketiga. Jika pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kemampuan siswa, maka tujuan dari cold calling akan terjawab: siswa dapat melatih kemampuan berpikirnya.
7. Merancang skenario terhadap perencanaan cold calling
Skenario yang dirancang adalah follow-up yang mungkin terjadi setelah guru mengajukan pertanyaan terhadap siswa yang ditunjuk. Dalam hal ini, guru juga melakukan langkah antisipasi, terlebih terhadap siswa yang memiliki kemampuan akademik low. Setelah diberikan pertanyaan lanjutan apakah siswa tersebut mampu menjawab atau tidak. Apabila tidak bisa menjawab, langkah apa yang harus dilakukan oleh guru.
8. Membuat outline pelaksanaan cold calling
Guru dapat membuat outline atau rancangan garis besar terhadap pelaksanaan cold calling, mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Dalam merancang outline, guru dapat berlatih, sambil menyesuaikan dengan waktu yang telah diset, juga disesuaikan dengan strategi yang telah dipilih: apakah akan menggunakan batched cold-call, pre cold-call, atau rehearse and affirm. Dengan memiliki detail dari rancangan garis besar terhadap pelaksanaan cold calling, pihak lain yang terkait dalam pelaksanannya juga mendapatkan gambarannya. Dalam hal ini, guru harus mengingat prinsip data to value chain, di mana tidak ada pihak yang terdampak dari rencana yang dibuat.
9. Melakukan evaluasi
Setelah rangkaian cold calling telah berjalan, guru mengevaluasi kegiatan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan refleksi ‘what’s going right, what’s going wrong’. Dengan menjabarkan apa yang telah berjalan dengan baik ataupun kurang, ia dapat menentukan langkah selanjutnya agar cold calling dapat berjalan dengan lebih maksimal. Selain itu, evaluasi juga dapat dilakukan dengan ‘whole class feedback’ seperti exit slip, jadi hasil evaluasi tidak hanya semata dari point of view guru tapi juga dari siswa. Seperti contoh, apakah siswa menikmati rangkaian proses cold calling, bagaimana perasaan siswa terhadap proses cold calling, atau apa yang mereka harapkan dari proses tersebut.
10.Melakukan iterasi
Dengan evaluasi yang telah didapat dari siswa maupun diri sendiri, guru dapat merancang kegiatan cold calling, mempertimbangkan aspek-aspek yang masih perlu diperbaiki agar selanjutnya kegiatan cold calling dapat berjalan dengan lebih baik.





